Enam puluh persen dari 400 orang terkaya di
Amerika memang sudah terlahir kaya. Artinya, mereka menjadi kaya karena warisan
keluarganya. Namun jangan lupa, ada empat puluh persennya yang berusaha dari
bawah untuk “naik kelas”. Ada empat puluh persennya yang harus jatuh bangun
mengembangkan kekayaan yang tak diwarisi mereka dari orangtua.
Apa saja yang bisa kita pelajari dari orang-orang
yang memulai usahanya dari bawah ini? Bagaimana mereka mendidik diri untuk
lepas dari kenyamanan kelas menengah yang telah membesarkan mereka dan orang
tua mereka? Jika ditanya, bagaimana mereka akan membagi ilmu kepadamu?
Inilah kesempatanmu mendengarkan pesan mereka.
Apalagi, kansmu untuk berwirausaha di Indonesia begitu terbuka. Ikuti jejak
mereka yang, layaknya kamu, memulai usahanya dari titik nol — mengeruk
keuntungan dengan bekal ketahanan dan ide brilian di balik keraguan orang-orang
sekitar.
1. Mereka yang kaya akan berani susah. Kemapanan
dan kenyamanan hanya menarik kaum kelas menengah
Suka-suka gue dong
Kebanyakan dari kaum kelas menengah (baca: kita)
menginginkan kehidupan yang senang dan nyaman. Mencapai kenyamanan secara
fisik, psikis dan emosional adalah tujuan utama kaum kelas menengah. Apa-apa
cukup dan dicukupkan. Serta sedikit uang lebih untuk liburan dan gadget mahal.
Berlawanan dengan mitos bahwa orang kaya tidak
bisa hidup susah, mereka yang berusaha dari bawah justru sudah sangat tahu
rasanya diinjak-injak. Hanya dengan itu mereka bisa makmur seperti sekarang.
Justru ketika kaum kelas menengah akan mengutamakan kepastian masa depan dan
kenyamanan kualitas hidup, orang yang kaya karena berusaha akan sebisa mungkin
menghindari jebakan dari rasa nyaman. Penghasilan tetap dan kebutuhan hidup
utama yang terpenuhi memang menggiurkan, namun ia tak akan puas hanya meraih
itu saja.
2. Kelas menengah akan fokus mengisi tabungan,
sementara mereka yang kaya karena berusaha akan membuat tabungannya
menghasilkan uang
Dari kecil kita sudah diajarkan buat menyisihkan
uang buat ditabung. Tapi pada akhirnya kita merasa gak punya uang yang meski
rajin menabung. Ini diakibatkan oleh kebiasaan kita hanya buat menabung tanpa
berusaha menaikkan jumlah pemasukan tiap tahunnya. Jika rata-rata tiap orang
Indonesia menghasilkan Rp. 32 juta per tahun (pendapatan per kapita 2013, BPS)
dan menabung 10%-nya, maka kamu cuma mendapat 3,2 juta pada penghujung tahun.
Dengan inflasi yang terus meningkat dalam setahun, apakah sebanding? Menabung
memang harus, tapi jika mendiamkan tabungan tanpa memutarnya kamu tak akan
pernah menjadi kaya.
Orang kaya juga menabung, kok. Iya emang benar.
Tapi selain menabung, mereka juga berusaha membuat tabungan itu meningkatkan
pendapatannya dari waktu ke waktu. Mereka gak akan puas dengan satu sumber
pemasukan. Mereka fokus untuk menambah income sehingga bisa menabung lebih
banyak.
3. Memang nyaman bernostalgia soal mudahnya
hidup di tahun 90-an, tapi orang kaya juga akan berpikir jauh untuk masa depan
Kebanyakan kamu kelas menengah hari ini tumbuh
besar di era 90-an sebelum krisis melanda, di mana hidup begitu nyaman,
barang-barang murah, bisnis lancar, BBM mudah di dapat bahkan musik 90-an pun
terasa lebih nikmat. Kalau pun kamu gak pernah mencicipi hidup di tahun 90-an,
setidaknya kamu pernah mendengar ceritanya. Cerita ini terus menerus diturunkan
pada generasi muda tanpa menyadari betapa bahaya terbuai dalam masa lalu. Orang
yang percaya kemarin lebih cerah daripada hari ini bakal kesulitan buat sukses,
kebanyakan malah depresi.
Sedangkan orang kaya berorientasi pada masa
depan, mereka selalu optimis bahwa keadaan hari esok lebih cerah daripada hari
ini. Mereka menghargai masa lalu dengan mengambil pelajaran hingga bisa
diaplikasikan sekarang sebagai bekal di masa depan. Self-made millionaire jadi
kaya karena mereka berani mempertaruhkan mimpi dan targetnya di masa depan,
bukan di masa lalu.
4. Memandang berwirausaha sebagai langkah penuh
risiko adalah wajar. Namun calon orang kaya tak akan menganggap risiko perlu
ditakutkan.
Karena memulai bisnis gak mudah dan menyeramkan,
kita sering mundur sebelum terjun ke dunia usaha. Jadi pengusaha adalah langkah
yang beresiko, sehingga kelas menengah memilih untuk bekerja untuk orang lain.
“Yang penting nyaman” begitulah yang kita ucapkan. Itu akibat dari cara
berpikir kita yang terlalu linear. “Kalau aku dibayar sekian rupiah untuk
bekerja per hari, maka harus menambah jumlah hari biar gajinya nambah.” Kaum
kelas menengah yang terpelajar pun berpikir dia harus ambil S-2 supaya bisa
menambah pendapatan, padahal belum tentu sama sekali.
Saat kaum kelas menengah bimbang dan ragu untuk
buka usaha atau nggak, orang kaya mencari ide untuk memecahkan masalah yang
dihadapi kelas menengah dan mereka memperoleh keuntungan dari sana. Alih-alih
pusing mikirin resiko, orang kaya malah menghitung dan mengobservasi risiko
yang dia hadapi agar yakin bahwa risiko tersebut adalah jalan untuk sukses.
5. Kelas menengah melihat orang kaya dan calon
orang kaya sebagai kelompok orang sombong. Padahal, apa yang sombong dari
ambisi untuk berusaha?
Ada banyak label negatif yang disematkan pada
orang-orang kaya. Kita paling senang menyebut mereka sebagai orang-orang angkuh
dan sombong yang menganggap dirinya lebih baik daripada orang kebanyakan. Tapi
sebenarnya mereka bukan sombong, mereka percaya diri. Mereka pede karena
berulang kali mempertaruhkan kenyamanannya dan hampir selalu menang. Bahkan
jika mereka pada akhirnya gagal, mereka tetap pede untuk belajar dari kesalahan
dan kembali lebih kuat dari sebelumnya. Ini bukan bentuk keangkuhan, tapi
keyakinan.
6. Cara kita melihat uang juga beda. Kita
melihat uang dengan perasaan, mereka memandang uang dengan logika.
Bahkan seorang yang pendidikannya tinggi, cerdik
dan sukses dari kelas menengah dalam sekejap bisa berubah menjadi seorang yang
berpikir berdasarkan ketakutan. Takut kesejahteraannya ambruk dan uangnya
berkurang. Kelas menengah melihat uang sebagai barang yang harus dicintai dan
jangan pernah lepas seperti pacar yang sempurna.
Sebaliknya, orang kaya gak membuat keputusan
finansialnya berdasarkan ketakutan. Layaknya pacar yang gak setia, uang bisa
datang dan pergi kapan saja. Uang bukanlah benda yang harus dijaga-jaga agar
gak hilang, melainkan sebuah kesempatan untuk memiliki opsi yang lebih banyak.
7. Saat orang kaya mengerjar target layaknya
perihal hidup atau mati, kaum kelas menengah bekerja berdasarkan target yang
bisa dikompromi
Orang terbiasa hidup nyaman seperti kelas
menengah adalah penganut setia teori probabilitas, menajur banyak pancingan di
sepanjang sungai sambil berharap salah satunya menangkap ikan. Ketika orang
kaya mewajibkan target awalnya terpenuhi sesuai rencana, kelas menengah dengan
senang hati menggeser dan mengubah target agar yang dicapai cukup untuk
dirinya.
Orang kaya gak puas dengan kata cukup, mereka
melihat target dan rencana sebagai misi hidup atau mati. Saat kita puas dengan
menangkap satu ikan dari sepuluh pancingan, orang kaya mengaharuskan dirinya
menangkap 10 ikan dari 10 pancingan tersebut.
8. Sebagian kaum kelas menengah akan membeli
banyak barang mewah supaya dikira kaya. Orang kaya justru tahu pentingnya hidup
pas-pasan.
Seperti yang kita lihat di media, orang-orang
seperti Donald Trump dan Sir Richard Branson pergi keliling dunia dengan jet
pribadinya. Tapi toh banyak juga sisi sederhana dari kehidupan para jetset ini.
Banyak yang punya mobil sederhana dan rumah yang sederhana pula. Mereka juga
gak doyan-doyan amat belanja barang dan pakain mewah. Mark Zuckerberg diketahui
cuma pakai oblong abu-abu setiap hari. Pak Bob Sadino malah pakai celana pendek
ke mana-mana.
Kontras dengan keadaan di atas, kelas menengah
hidup dengan mengira dirinya orang kaya. Gaya hidupnya melampaui kemampuan
finansialnya, besar pasak daripada tiang. Kita membeli benda yang kita
inginkan, bukan yang kita butuhkan dengan tujuan bisa terlihat seperti orang
kaya.
9. Mereka yang memulai dari bawah selalu tahu
siapa yang layak dijadikan teman. Mereka tak tunduk pada rasa tidak enakan.
Mungkin selama ini kamu merasa bahwa mereka yang
kaya punya clique atau kelompok pertemanan yang eksklusif. Kamu tak akan pernah
masuk ke lingkaran mereka kecuali kalau kamu kaya pula. Tapi apakah itu karena
mereka sombong dan merasa lebih baik dari kita?
Orang kaya hanya sangat hati-hati dalam
memperluas lingkaran pertemanannya. Teman bukan hanya tempat berbagi keluh
kesah atau tawa, tapi partner yang saling membantu mewujudkan ambisi satu sama
lain. Kita sering kali menjelma seperti orang yang dekat dengan kita, itulah
sebabnya para pemenang selalu hang out dengan pemenang lain.
10. Ini yang paling membedakan mereka yang bisa
“naik” dari kelasnya: Orang kaya percaya bahwa uang adalah perihal kebebasan,
bukan angka dan nominal
Dari sekian banyak perbedaan kita dengan kaum
jetset, salah satu yang paling mencolok adalah keyakinan kita bahwa memiliki
kekayaan berarti juga memiliki hak buat pamer. Memang benar uang memberi kamu
status, tapi sebenarnya yang paling penting dari uang adalah benda ini memberi
kamu kebebasan untuk membuat pilihan.
Sebanyak apapun uang mereka, kelas menengah yang
tak berusaha “meng-upgrade diri” tak akan bisa mampu memanfaatkan uang mereka
ini untuk merasa bebas. Uang mereka habis karena tekanan sosial (untuk membeli
barang kekinian, mendatangi acara atau konser hanya karena diajak teman-teman,
etc.), bukan karena membeli barang yang benar-benar mereka mau atau menabungnya
demi hal-hal yang mereka perlu.
Orang kaya atau calon orang kaya tak akan
membiarkan mereka terus ditekan secara sosial. Uang yang mereka miliki mampu
membeli jalan keluar dari atasan yang semena-mena, atau mewujudkan cita-cita.
Uang adalah kebebasan, bukan hanya kekuatan untuk membeli.
Ambil catatanmu, dan camkan perbedaan-perbedaan
di atas. Mulai hari ini berpikirlah seperti orang kaya, bekerjalah seperti
mereka. Sudah siap?
Terinspirasi dari buku "How Rich People
Think' karya Steve Siebold.
Dikutip dari ''Merry Riana'' FB
0 Response to " "
Post a Comment